TRADISI BARU PENELITIAN AGAMA ISLAM



Judul Buku
TRADISI BARU PENELITIAN AGAMA ISLAM
Tinjauan Antar Disiplin Ilmu

Pengarang:
Ali Abdul Halim Mahmud
Azyumardi Azra
Cik Hasan Basri
Harun Nasution
Jalaluddin Rakhmat
Johan Hendrik Meuleman
Jujun S. Suria Sumantri
Mastuhu
Noerhadi Magetsari
Parsudi Suparlan
Rudy Harisyah Alam
Tahir Azhari
U. Maman KH

Editor:
M. Deden Ridwan
Penerbit:
Nuansa Bandung, 2001

Ringkasan Singkat
Sesuai dengan ringkasan singkat dari buku ini, maka mencoba mereview dan mengulas secara ringkas untuk mengetahui lebih jauh tentang kajian dan tradisi penelitian agama Islam.Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari 13 penulis yang terbagi dalam 2 bagian. Bagian pertama berisi 8 tulisan dan bagian kedua 5 tulisan. Bagian pertama berusaha menjelaskan proses terjadinya klasifikasi ilmu dalam sejarah intelektual Islam, kemudian menawarkan pembaharuan ilmu Islam, serta paradigma baru penelitian keagamaan. Bagian kedua menjelaskan tentang corak penelitian agama Islam ditinjau dari berbagai disiplin ilmu.
Konsep-konsep yang tercantum dalam buku ini yaitu : (1) Klasifikasi ilmu dan hakikat dasar agama Islam, (2) Pendekatan sosial dalam penelitian agama, (3) Common Paradigm (paradigma bersama) untuk penelitian dalam pengetahuan , (4) Pendekatan Irfanisme (filsafat), (5) Pasca modernisme dalam kajian Islam, (6) Metodologi riset Islam, (7) Pendekatan Antropologi, (8) Pendekatan sejarah, (9) Pendekatan hukum, (10) Pendekatan Ilmu Budaya, dan (11) Metodologi Penelitian Agama (eksploratif, historis, deskriptif, korelasional, eksperimen, kuasi-eksperimen)

Harun Nasution membagi kelompok ilmu-ilmu keislaman berdasarkan perkembangan ajaran Islam , yaitu:
1) Kelompok dasar, yang terdiri dari tafsir, hadis, akidah/ilmu kalam (teologi), filsafat Islam, tasawuf, tarekat, perbandingan agama, serta perkembangan modern dalam ilmu-ilmu tafsir, hadis, ilmu kalam, dan filsafat.
2) Kelompok cabang, teridiri dari:
a. Ajaran yang mengatur masyarakat: ushul fikih, fikih muamalah, fikih ibadah, peradilan dan perkembangan modern;
b. Peradaban Islam: sejarah Islam, sejarah pemikiran Islam, sains Islam, buday Islam, dan studi kewilayahan Islam;
3) Bahasa dan sastra Islam
4) Pelajaran Islam kepada anak didik, mencakup: ilmu pendidiikan Islam, falsafah pendidikan Islam, sejarah pendidikan Islam, lembaga pendidikan Islam, dan perkembangan modern dalam pendidikan Islam.
5) Penyiaran Islam, mencakup: sejarah dakwah, metode dakwah, dan sebagainya.

Klasifikasi ilmu keislaman yang dirumuskan Harun Nasution sedikit berbeda dengan klasifikasi ilmu-ilmu keislaman berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Tahun 1985. Beberapa bidang yang termasuk disiplin ilmu keislaman adalah: al-Qur’an/Tafsir, Hadis/Ilmu Hadis, Ilmu Kalam, Filsafat, Tasawuf, Hukum Islam (Fikih), Sejarah dan Kebudayaan Islam, serta Pendidikan Islam.
Sedangkan watak dasar ajaran agama Islam terbagi menjadi 2 yaitu
1. Ajaran dasar sebagaimana terdapat dalam Al Quran dan hadits mutawatir. Al Quran semuanya orisinal dari Allah SWT, sedangkan hadits tidak semuanya orisinal. Yang diakui orisinal dari Nabi yang mutawatir. Hadits-hadits ini sama kuatnya dengan Al Quran, bersifat absolute.
2. Ajaran bukan dasar yang timbul sebagai penjelasan bagi ajaran dasar. Karena secara umum, Al Quran tidak berisi ajaran-ajaran dalam bentuk tata cara pelaksanaan secara rinci sehingga menghasilkan ijtihad para sahabat dan kalangan ulama dari interaksi mereka dengan alam sekitarnya.

John Meuleman menyebutkan bahwa eksistensi kajian terhadap ilmu-ilmu keislaman dalam pandangan tertentu masih dianggap berjalan lambat. Beberapa ilmu keislaman bahkan dipandang sebagai disiplin yang belum cukup mapan dan mampu berdiri sendiri. Kajian Agama Islam yang ada selama ini mengandung beberapa kelemahan. Kalangan Islamologi Barat yang tradisional pun sangat membutuhkan masukan dari berbagai cabang dan paradigma ilmiah agar melampaui keterbatasan dan kekakuannya. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:
1. Keteraturan Logosentrisme Muhammad Arkoun, bahwa setiap pemikiran manusia selalu terikat kepada bahasa atau himpunan teks dengan segala aturan dan batasannya yangsangat menonjol di kalangan umat Islam
2. Hal ini kemudian mengakibatkan penelitian terpusat pada teks-teks dengan mengabaikan unsur yang tidak tertulis dari agama dan kebudayaan Islam;
3. Interpretasi Al Quran yang tertutup dan terbatas sebagai suatu teks yang membicarakan fakta dan peraturan;
4. Anggapan teks-teks klasik mewakili agama dan bahkan anggapan sebagai agama itu sendiri;
5. Sikap apologetis (penyingkiran kebenaran) terhadap aliran lain; dan
6. Sikap tradisional dalam sistem pendidikan yang memberikan wibawa terlalu besar kepada tradisi (terutama teks) dan guru, serta lebih membina daya penghafalan daripada pemikiran kritis.

Pertumbuhan dan perkembangan berbagai disiplin ilmu selalu diibarengi dengan pengembangan unsur-unsur pengetahuan ilmiah yang substantive. Sehingga proses penelitian agama juga ditawarkan untuk mengarah kepada bentuk Penelitian interdisiplin ilmu merupakan penelitian yang dikaji dalam wilayah cabang-cabang ilmu sebagaimana dijelaskan di atas. Sementara penelitian multi-disiplin ilmu merupakan penelitian yang dilakukan dengan berbagai macam pendekatan keilmuan. Cik Hasan Bisri menyebutkan: model penelitian multi-disiplin ilmu mencakup konsep dari berbagai disiplin ilmu. Setiap konsep masing-masing didefinisikan secara operasional sehingga dapat ditempatkan sebagai variabel penelitian.
Informasi menjadi perihal yang diutamakan dalam kajian itu, karena pada kenyataannya bahwa pengetahuan yang mencakup berbagai hal tentang kehidupan dapat diperoleh dari berbagai sumber. Maka informasi tentang berbagai gejala kehidupan dapat disusun dan dirumuskan secara gradual, mulai dari informasi yang konkret sampai dengan abstrak, seperti gejala, fakta, data, konsep, konstruk, variabel, proosisi dan teori. hal ini sangat tergantung pada cara penyusunan dan perumusan, yakni cara berpikir, kerangka berpikir, daya berpikir dan lainnya.

Menurut Jujun Suria Sumantri, pada awal peradaban manusia berkembang 2 bentuk pengetahuan yaitu agama dan filsafat. Agama terdiri dari 2 jenis yaitu agama alam yang merupakan produk dari kebudayaan dan agama samawi yang diturunkan oleh Tuhan melalui wahyu kepada manusia lewat utusan-Nya. Filsafat berkembang menjadi beberapa cabang yang kemudian melahirkan berbagai bidang pengetahuan seperti moral, seni, dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ilmiah berkembang pesat berkat adanya metode ilmiah sehingga timbul ketimpangan dengan pengetahun non ilmiah dan agama. Untuk mengutuhkan kembali pengetahuan yang terkotak-kotak tersebut dilakukan usaha, salah satunya dengan paradigma kebersamaan (common paradigma). Metode penelitian identik dengan metode analisis kritis yang merupakan pengembangan dari metode deskriptif yakni yang mendeskripsikan gagasan manusia yang tanpa analisis kritis yang justru hanya mengembangkan sintesis.

Jalaludin Rahmat memaparkan penelitian agama melalui pendekatan irfaniah (filsafat) yakni melalui langkah-langkah berikut:
1. Takhliyah, pada tahap ini penelitian mengosongkan (tajarrud) perhatiannya dari makhluk dan memusatkan perhatian kepada al-khaliq (taujih)
2. Tahliyah, pada tahap ini penelitian memperbanyak amal saleh dan melazimkan hubungan dengan al-khaliq lewat ritus-ritus tertentu
3. Tajliyah, pada tahap ini penelitian menemukan jawaban batiniyah terhadap persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Sebagai paradigma lain, paradigma irfani juga mengenal teknik-teknik khusus yakni terdapat 3 teknik penelitian irfaniah yaitu (1) Riyadhah, rangkaian latihan dan ritus, (2) Thariqoh, hidup berjamaah dengan aliran tasawuf yang sama, (3) ijazah, guru (mursyid) membimbing muridnya dan memberikan ijazah (wewenang).
Dalam pendekatan pasca modernisme, menurut Rudy Harisyah Alam perlu ada suatu keterbukaan dari sebuah diskursus (wacana) keagamaan yang ada pada posisi pusat terhadap diskursus yang lain yang berada di posisi pinggiran (peripheral). Perspektif ini menawarkan tidak hanya cara membaca suatu ”teks” guna meruntuhkan status dominan, tetapi juga memberi suatu arahan sikap, etos dan pandangan dunia yang egaliter yang dilandaskan atas suatu prinsip ko-eksistensi (saling mengakui danmenghargai keberadaan yang lain).
Teks berperan untuk membedakan sebuah makna dengan melakukan signifikansi (penandaan) terhadap sebuah makna teks sekaligus menunjukkan kehadiran sebuah makna lainnya. Namun selanjutnya dengan melakukan penandaan kepada sebuah makna, teks juga sekaligus menunda kehadiran makna tersebut, yang tersisa adalah bekas (trace) dari makna yang ditunjuk gerak ganda membedakan dan menunda. Inila yang disebut sebagai diffrence.

Mastuhu menuliskan bahwa jika diamati secara mendalam, studi keislaman di IAIN dan di tanah air pada umumnya masih banyak didominasi oleh pendekatan normatif (dogmatis) dan kurang wawasan empiris-historis. Ada 5 cara menemukan kebenaran dalam sosiologi yaitu (1) Tenacity, penyaksian bahwa sesuatu selalu terjadi sehingga orang percaya, (2) Authority, mengacu pada sumber yang berwenang untuk menyatakan kebenaran, (3) Intuition, diperoleh melalui instinc / intuisi / pengalaman, (4) Trial and Error, melalui uji coba dan perbaikan dan (5) Keilmuan, melalui teori, penelitian dan dikaji dalam alam empiris melalui langkah-langkah yang sistematis dan logis.
Setiap langkah tersebut dapat mencapai pada kebenaran namun juga tertutup kemungkinan akan terjadi kesalahan. Untuk sebuah tradisi keilmuan, langkah pertama sampai langkah ke empat yang disebutkan di atas sulit dikembangkan karena sifatnya yang unik, individual dan terlalu spekulatif, sedangkan langkah yang ke liama akan lebih mudah dikembangkan dan terbuka untuk dikaji dengan sedikit unsur spekulatif.

Sementara Ali Abdul Halim Mahmud menekankan perlunya suatu metodologi riset dalam Islam yaitu membahas fenomena dan problem, mengetahui sebab-sebabnya, menganalisisnya dengan jeli dan kemudian mencari pemecahannya secara Islam dengan tujuan untuk memberikan kemaslahatan dan mencegah kemudharatan umat muslim.
Pendekatan antropologi (kebudayaan) dalam agama yang disampaikan oleh Parsudi Suparlan, berguna sebagai alat metodologi untuk memahami corak kegamaan masyarakat, untuk mengarahkan dan menambah keyakinan keagamaan yang dimiliki masyarakat sesuai dengan ajaran yang benar tanpa harus menimbulkan gejolak, menjadi lebih toleran terhadap perbedaan-perbedaan aspek lokal dalam keyakinan agama yang sama untuk menghindarkan konflik yang merugikan.
Tanggapan atas paradigma kebudayaan sebagai landasan metodologi penelitian agama nampaknya akan melahirkan sudut pandang yang berbeda dalam melihat gejala yang akan dikaji. Pada prinsipnya kebudayaan adalah sebagai hasil cipta, karsa dan rasa, maka dalam kontek ini kebudayaan adalah keberhasilan manusia dalam menundukkan alam. Dalam kehidupan kita tidak menciptakan kebudayaan atau kebudayaan kita bukanlah hasil dari cipta, rasa, karsa tetapi justru kita hidup dengan mengikuti kebudayaan yang di transmisikan dari orang tua kepada masyarakat kita. Maka lebih-lebih jika kebudayaan ini kita gunakan sebagai pendekatan untuk mengkaji agama akan tanpak sangat tidak relevan, karena agama bukanlah hasil dari cipta, karsa, dan rasa sebagai manusia.

Azyumardi Asra menekankan pentingnya sejarah dalam penelitian Agama Islam, studi sejarah dan kebudayaan adalah subjek yang amat luas dan konplek, kompleksitasnya tidak hanya disebabkan oleh masalah-masalah yang bersifat semantik yang pada gilirannya mempengaruhi substansi, namun tertuju pada persoalan-persoalan yang lebih bersifat teknik dan praktis. Karena itu perhatiannya tidak hanya dipandang dari sudut Arab Centris yang melihat hanya dari Baghdad, Kairo dan Damaskus, tetapi juga masyarakat muslim di luar kawasan itu. Sejarah Islam ”pinggir” ini untuk melengkapi pandangan sejarah Islam dari ”pusat” sehingga bisa menghindarkan dari sekedar menarasikan sejarah politik atau sejarah masyarakat Muslim Arab tetapi juga memandang sejarah Islam dalam konteks masyarakat non Arab.
Dalam membahas berbagai isu menyangkut sejarah masyarakat muslim, diperlukan dua pendekatan menurut lapidus, yang pertama perlu penyeimbangan antara historis dan revolusioner degan tujuan untuk mengkaji pembentukan masyarakat-masyarakat muslim dan perubahan yang terjadi sepanjang sejarah. Dan yang kedua adalah analisis dan komparatif untuk memahami variasi-variasi di antara masyarakat-masyarakat muslim.

Dalam pendekatan ilmu hukum, menurut M. Thahir Azhari kita dapat mengubah sikap dan cara pandang kita yang selama ini didominasi dengan pendekatan Barat. Cara pandang yang hanya mengkaji Islam dari sudut fenomena sosial, dengan cara berpikir yang bebas nilai sehingga tidak manyentuh substansi hukum Islam yang seharusnya diteliti secara mendasar dan mendalam.
Sementara dengan pendekatan Ilmu Budaya dengan menitikberatan pada metode dimaksudkan untuk menghasilkan pengertian yang lebih mendasar dan mendalam akan agama Islam. Metode yang dipaparkan yaitu metode fenomenologi dan hermeneutika. Sedangkan U. Maman Kh menuliskan metodologi penelitian agama dengan beragam pendekatan yang dilakukan untuk memahami agama tersebut. Bentuk penelitian agama yaitu eksploratif, historis, deskriptif, korelasional, eksperimen, kuantitatif dan kualitatif.
Lebih baru Lebih lama